Usaha India dalam Perimbangan Kekuatan Hankam di Asia-Pasifik

Kebangkitan sektor pertahanan dan keamanan Tiongkok dalam dasawarsa terakhir menjadi isu mengemuka. Bagaimana India menghadapinya?

Alfin Febrian Basundoro
7 min readFeb 4, 2020
Formasi armada Angkatan Laut India di Laut Arab

Tiongkok dan India ibarat dua raksasa penguasa Asia-Pasifik, di mana keduanya menjadi powerhouse dalam berbagai sektor. Dua negara industri baru Asia ini juga memegang rekor jumlah penduduk terbanyak di dunia, yang menjadikannya tak akan mengalami defisit sumber daya manusia — setidaknya sampai abad ini berakhir. Wilayah yang masif ditambah jaringan diplomasi multisektoral yang luas juga menjadi faktor geopolitik penting yang membuat keduanya mampu ‘menancapkan taringnya’ di kawasan ini. Meskipun begitu, pada dasawarsa belakangan, Tiongkok nampaknya lebih unggul daripada India dalam sektor strategis, termasuk pertahanan dan keamanan. Pun, Tiongkok mampu menyebarluaskan pengaruh ekonominya hingga berbagai penjuru dunia, menjadikannya salah satu pemain krusial dalam ekonomi global.

Apabila merujuk pada sejarah, hubungan keduanya tak selalu mulus. Meskipun bergandengan tangan dalam organisasi BRICS — sebagai kekuatan industri baru dunia, keduanya saling bersaing secara sengit. Dalam catatan sejarah, keduanya bahkan pernah saling berhadapan dalam sengketa perbatasan. Kini, persaingan keduanya sebagai kekuatan utama di Asia-Pasifik tentunya tak dapat diabaikan. Merujuk pada konsep realisme dalam studi hubungan internasional, keduanya sedang melakukan perimbangan kekuatan (balance of power) guna memuluskan kepentingan masing-masing di kawasan, termasuk menjadi negara adikuasa regional. Asumsinya, keduanya akan berusaha untuk saling menghambat satu sama lain dalam menjadi kekuatan regional. Dalam prosesnya, tindakan ini akan melahirkan dilema keamanan — yang juga menjadi fokus dalam tulisan ini.

Setidaknya terdapat tiga poin kunci yang melandasi ketegangan dua negeri ini dalam sektor pertahanan-keamanan — dalam dasawarsa terakhir. Pertama, adalah semakin gencarnya usaha Tiongkok untuk membantu Pakistan — musuh bebuyutan India — secara militer. Bahkan, kedua negara telah menyepakati sejumlah perjanjian transfer teknologi pertahanan dan latihan militer bersama. Kedua, adalah ekspansi militer Tiongkok, terutama pada matra laut. National Interest menyatakan bahwa Tiongkok sedang berusaha mencapai predikat ‘angkatan laut global’, dibuktikan dengan pembangunan besar-besaran alutsista maritim, seperti kapal induk dan kapal perusak. Aksi provokatif yang dilakukan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan juga dapat berdampak negatif bagi India. Ketiga, adalah tak kunjung usainya sengketa perbatasan antara kedua negara.

Guna menghadapi Tiongkok yang semakin ekspansionis, India akan melakukan perimbangan kekuatan secara nonagresif (soft-balancing). Maksudnya, India tidak secara langsung menggunakan tindakan agresif seperti ekspansi wilayah atau operasi militer ke negara lain dalam rangka unjuk kekuatan. Sebagian besar tindakan India dalam perimbangan kekuatan berada pada ranah domestik, seperti pembentukan kebijakan dan perubahan doktrin militer. Langkah ini memungkinkan India untuk tetap rasional dalam membentuk kebijakan internasional sekaligus menjaga hubungan baik dengan negara-negara dunia, juga memberikan efek penggentar terhadap Beijing. Sebagaimana diketahui, dengan semakin meningkatnya peran Tiongkok dalam politik internasional, banyak negara yang melakukan hubungan mutualistik dengan Tiongkok. Apabila India tak bertindak cerdas, India dapat kehilangan banyak aspek pendukung kekuatan — pengaruh, negara mitra, hingga peluang kerja sama strategis.

Angkatan Darat India dan Tiongkok

Kebijakan anggaran militer menjadi salah satu langkah kunci dalam perimbangan kekuatan nonagresif India. Dalam dasawarsa terakhir, Pemerintah India melakukan peningkatan anggaran militer secara bertahap. Baru-baru ini, anggaran pertahanan India naik sebesar 7,81% antara tahun 2018 dan 2019. International Institute of Strategic Studies (IISS) dalam Military Balance mencatat bahwa anggaran pertahanan India mencapai US$53 miliar, tertinggi kedua di Asia. Sebagian besar anggaran tersebut — sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Keuangan Arun Jaitley — sebagian besar akan dialokasikan untuk mendanai proyek-proyek strategis pertahanan nasional, terutama pengembangan industri pertahanan mandiri, kekuatan maritim, dan proyek senjata nuklir.

Meskipun India hanya melakukan perimbangan nonagresif, hasilnya cukup nyata. Kapal selam balistik nuklir kelas Arihant yang diluncurkan pada 2016 memungkinkan India untuk menggunakan senjata nuklirnya secara mobile di manapun. Meskipun baru satu kapal yang beroperasi, diharapkan kapal selam berbobot 6.000 ton ini mampu memberi efek penggentar terhadap Tiongkok — dan tentunya, Pakistan. Kapal selam ini diklaim lebih gesit dan efisien dibanding rivalnya, kapal selam kelas Jin milik Tiongkok dengan persenjataan yang tak kalah dahsyat. Menyusul Tiongkok yang baru menyelesaikan kapal induk keduanya, Shandong pada Desember lalu, India pula sedang membangun kapal induk Vikrant. Rencananya. Vikrant akan beroperasi paling cepat tahun 2021. Tak ingin berlama-lama, Angkatan Laut India juga telah merencanakan pengembangan kapal induk ketiganya yang direncanakan akan menggunakan tenaga nuklir. India pula gencar mengirimkan permohonan asistensi kepada industri pertahanan besar dunia, seperti Lockheed Martin (AS), BAe Systems (Inggris), dan Rosoboronexport (Rusia).

Pada aspek kekuatan udara, India berhasil mengembangkan pesawat tempur terbarunya, HAL Tejas. Meskipun kalah langkah dari Tiongkok — yang telah mengembangkan sejumlah jet tempur — akibat krisis ekonomi pada 1990-an, keberhasilan ini patut diapresiasi. HAL Tejas diklaim akan menjadi pesaing utama bagi Chengdu J-10 dan JF-17 yang menjadi tulang punggung Angkatan Udara Tiongkok dan Pakistan.

Langkah perimbangan kekuatan berpengaruh terhadap doktrin militer India. Reformasi doktrin militer bahkan telah dilakukan India sejak 2008, di mana kementerian pertahanan negara tersebut menetapkan doktrin “peperangan front ganda”, menghadapi Tiongkok dan Pakistan sekaligus. Francine Frankel dalam The Breakout of China-India Strategic Rivalry in Indian Ocean and Asia (2011) menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya, doktrin ini memungkinkan India untuk menerjunkan sejumlah besar pasukan ke wilayah perbatasan secara efisien. Wilayah Jammu-Kashmir, Akshai Chin, serta Arunachal Pradesh menjadi fokus pertahanan, di mana jumlah pasukan angkatan darat akan ditingkatkan. India pula akan menambah satuan pasukan ekspedisi di wilayah Himalaya.

Perbatasan India-Pakistan-Tiongkok yang menjadi wilayah rawan konflik bersenjata.

Dengan meningkatnya tindakan provokatif Tiongkok di perbatasan, ditambah semakin efektifnya kapabilitas militer Tiongkok, langkah tersebut tentunya cukup masuk akal. Apalagi, India telah berulang kali kecolongan dalam mempertahankan kedaulatannya di perbatasan. Perang Kargil pada 1999 menjadi yang terparah, ketika militer Pakistan merangsek masuk ke wilayah Kargil dan berhasil melumpuhkan fasilitas militer India di perbatasan. Buruknya koordinasi ditambah lambatnya pengiriman logistik pertempuran mengakibatkan India sempat keteteran menghadapi Pakistan. Belajar dari peristiwa tersebut, dalam menghadapi dua ancaman sekaligus, India melakukan reformasi doktrin secara komprehensif.

Pendekatan India dengan negara-negara Barat juga dinilai berpengaruh positif terhadap strategi perimbangan kekuatan India. Dalam lingkup global, AS merupakan rival utama Tiongkok, sehingga India melihat rivalitas tersebut sebagai momentum untuk mempertahankan posisinya secara politik sekaligus usaha untuk menghambat pengaruh Tiongkok. Kemitraan antara India dan negara-negara Barat, terutama AS terus meningkat dalam dasawarsa terakhir, semenjak disepakatinya US-India Defense Relationship. Dalam perkembangannya, kemitraan tersebut mulai berorientasi pada usaha menghadapi Tiongkok. Peran AS sebagai penyuplai alutsista India semakin signifikan, menunjukkan adanya diversifikasi alutsista. Sebelumnya, Rusia merupakan negara mitra utama India dalam pembangunan pertahanan-keamanan. Dengan mesranya hubungan Rusia-Tiongkok belakangan ini, praktis pendekatan dengan negara-negara Barat menjadi pilihan krusial bagi India.

Kemitraan yang semakin erat ini juga dibuktikan dengan disepakatinya berbagai perjanjian terkait pertahanan-keamanan, termasuk transfer teknologi. Dikabarkan bahwa AS mengizinkan India menggunakan teknologi elektromagnetik untuk kapal induk terbarunya, Vishal. Selain AS, Israel juga menjadi mitra penting dalam pengembangan industri pertahanan India. India dan sejumlah negara Barat pula telah melakukan berbagai ajang latihan militer bersama. Tercatat lebih dari 50 latihan militer antara India dan anggota NATO telah dilakukan. Baru-baru ini, India mengundang Australia dalam pembentukan kemitraan pertahanan, mengingat kedua negara berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Australia sebagai sekutu utama non-NATO pun secara tak langsung turut menghadapi pengaruh Tiongkok.

Usaha perimbangan kekuatan India memang tak mudah. Apalagi Tiongkok telah mendekati negara-negara mitra India di Asia Selatan dengan berbagai insentif ekonomi. India harus terus bertindak cerdas apabila ingin tetap menguntit Tiongkok sebagai kekuatan utama Asia. Misalnya, India dapat menggandeng negara-negara ASEAN dalam peningkatan kerja sama di sektor ini. Selama ini, ASEAN menjadi ‘korban tetap’ tindakan provokasi militer Tiongkok dan nyaris tak mampu berbuat apa-apa. Pun, India juga dapat melakukan perimbangan nonagresif secara diplomatik terhadap rival Tiongkok di Asia Timur, seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang. Meskipun begitu, pendekatan diplomatik tersebut perlu menyentuh berbagai bidang secara komprehensif dan juga berorientasi kepada kerja sama yang berkelanjutan, mengingat ekspansi Tiongkok yang semakin bersifat multisektoral.

Referensi

Delhi February 1, Abhishek Bhalla New, 2020UPDATED: February 1, dan 2020 21:56 Ist. “Defence Budget: Big-Ticket Military Acquisitions Face Roadblocks.” India Today. Diakses 4 Februari 2020. https://www.indiatoday.in/business/budget-2020/story/defence-budget-big-ticket-military-acquisitions-face-roadblocks-1642426-2020-02-01.

Frankel, Francine R. “THE BREAKOUT OF CHINA-INDIA STRATEGIC RIVALRY IN ASIA AND THE INDIAN OCEAN” 64, no. 2 (2011): 18.

War on the Rocks. “How India Will React to the Rise of China: The Soft-Balancing Strategy Reconsidered,” 17 September 2018. https://warontherocks.com/2018/09/india-and-the-rise-of-china-soft-balancing-strategy-reconsidered/.

“India and China: The End of Cold Peace? | The National Interest.” Diakses 4 Februari 2020. https://nationalinterest.org/commentary/india-china-the-end-cold-peace-9853.

“India’s Land Warfare Doctrine 2018: Hoping for the Best, Preparing for the Worst.” Diakses 4 Februari 2020. https://thediplomat.com/2019/01/indias-land-warfare-doctrine-2018-hoping-for-the-best-preparing-for-the-worst/.

Rajagopalan, Rajeswari Pillai. “Japan-India Maritime Exercise 2018: Operational Clarity, Strategic Confusion?” Diakses 4 Februari 2020. https://thediplomat.com/2018/10/japan-india-maritime-exercise-2018-operational-clarity-strategic-confusion/.

“The Military Balance.” International Institute of Strategic Studies 118, no. 1 (Januari 2018): 5–6. https://doi.org/10.1080/04597222.2018.1416963.

“U.S.-India Defense Ties Grow Closer as Shared Concerns in Asia Loom — The New York Times.” Diakses 4 Februari 2020. https://www.nytimes.com/2019/11/20/world/asia/india-military-exercises-trump.html.

--

--

Alfin Febrian Basundoro
Alfin Febrian Basundoro

Written by Alfin Febrian Basundoro

Student of Master of Strategic Studies, Bell School ANU

No responses yet